"TEORI PEAGET"
Belajar Dan
Pembelajaran
DISUSUN
OLEH :
Rino
Tri Prasetyo 150210103049
Devi
Amaliyah 150210103082
Kelompok 8
Kelas E
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jean Piaget, seorang filsuf, ilmuwan,
dan psikolog perkembangan berkebangsaan Swiss,
yang terkenal karena hasil penelitiannya tentang anak-anak
dan teori perkembangan kognitifnya.
Beliau merupakan salah satu pioner konstruktivis,
ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya
sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari
tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa
jauh anak anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi
informasi. Kecenderungan peserta didik beranjak dari hal-hal yang
konkrit, memandang sesuatu kebutuhan secara terpadu.
Pengertian kognisi sebenarnya meliputi aspek-aspek
struktur intelek yang digunakan untuk mengetahui sesuatu. Piaget menyatakan
bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan organisme, bukan pula
pengaruh lingkungan semata, melainkan hasil interaksi diantara keduanya.
Makalah ini hendak membahas tentang pengertian dari Teori Peaget;
Konsep daripada Teori Peaget; dan implikasi dari Teori Peaget terhadap dunia
pendidikan.
Perumusan
Masalah
1.1.1
Bagaimana pengertian dari Teori Peaget ?
1.1.2
Bagaimana konsep daripada Teori Peaget ?
1.1.3
Bagaimana tahapan perkembangan kognitif menrut Teori Peaget ?
1.1.4
Apa saja faktor-faktor penunjang
perkembangan kognitif menurut Teori Peaget?
Tujuan
1.1.5
Mengetahui pengertian dari teori Peaget.
1.1.6
Mengetahui konsep Teori Peaget.
1.1.7
Mengetahui tahapan perkembangan kognitif
menurut Teori Peaget.
1.1.8 Mengetahui
faktor-faktor penunjang perkembangan kognitif menurut Teori Peaget.
PEMBAHASAN
A
Pengertian Teori Peaget
Teori Piaget merupakan teori
yang menguraikan perkembangan kognitif dari bayi sampai dewasa. Dalam
pandangan Piaget, struktur kognitif merupakan kelompok ingatan yang
tersusun dan saling berhubungan, aksi dan strategi yang dipakai oleh anak-anak
untuk memahami dunia sekitarnya. Pada bayi, struktuf kognitif yang
dimiliki adalah refleks. Contoh: bayi secara otomatis mengisap benda - benda
yang menyentuh bibirnya. Selain mengisap , menjangkau, menyepak, melihat dan
memukul merupakan kegiatan sensorimotor yang terorganisir. Struktur kognitif
ini cepat dimodifikasi ketika bayi tumbuh dan berinteraksi dengan dunia. Pada
masa anak-anak sudah mulai ada pemahaman dan kegiatan mental. Proses
kognitif pada bayi dimulai dengan mempunyai respon mengisap, respon
melihat, respon menggapai, respon memegang yang berfungsi secara
terpisah. Lama-lama respon ini diorganisasikan ke dalam sistem yang lebih
tinggi, yang merupakan koordinasi dari respon-respon tersebut. Contoh: bayi
yang menjangkau botol susu memasukkannya kedalam mulutnya untuk diisap.
B Konsep Teori Peaget
Beberapa konsep teoritis dari Teori Peaget,
antara lain:
1.
Inteligensi
Peaget
mendefinisikan intelligence (inteligensi) itu berupa tindakan yang cerdas
dimana tindakan yang dikatakan cerdas adalah tindakan yang menimbulkan kondisi
yang mendekati optimal untuk keberlangsungan hidup mahluk hidup. Dengan kata
lain, inteligensi memungkinkan mahluk hidup untuk menangani secara efektif
lingkungannya. Pada kenyataannya, lingkungan dan mahluk hidup senantiasa
berubah, sebuah interaksi yang “cerdas” antara keduanya juga pasti
terus-menerus berubah. Sebuah tindakan yang cerdas selalu cenderung menciptakan
kondisi optimal untuk keberlangsungan mahluk hidup di dalam situasi yang sedang
dialaminya.
Peaget
juga menambahkan bahwa inteligensi adalah ciri bawaan yang dinamis sebab
tindakan yang cerdas akan berubah saat mahluk hidup tersebut makin matang
secara biologis dan mendapat pengalaman. Beliau juga menambahkan bahwa
inteligensi merupakan bagian integral dari setiap mahluk hidup karena semua
mahluk hidup selalu mencari kondisi yang kondusif untuk keberlangsungan
hidupnya. Namun, bagaimana kecerdasan memanifestasikan dirinya pada waktu
tertentu akan selalu bervariasi sesuai kondisi yang ada. Dengan adanya
inteligensi ini sebagai salah satu konsep Teori Peaget, Teori Peaget disebut
juga dengan Genetic Epistomology karena teori ini berusaha melacak perkembangan
kemampuan kognitif (Hergenhann dan Olson, 2009: 313).
2.
Skemata
Seorang
anak dilahirkan dengan sedikit reflex yang terorganisir, seperti menyedot,
melihat, menggapai, memgang, dan sebagainya. Menurut Peaget, berbagai macam
kegiatan yang telah disebutkan merupakan sebuah potensi untuk bertindak dengan
cara-cara tertentu. Potensi tersebut dinamakan schema (skema; jamak: schemata),
misalnya skema memegang adalah kemampuan umum untuk memegang sesuatu. Skema
lebih dari sekadar manifestasi refleksi memegang saja. Skema memegang dapat
dianggap sebagai struktur kognitif yang membuat semua tindakan memegang bisa
dimungkinkan.
Skema
merupakan istiah yang amat penting dalam Teori Peaget. Suatu skema dapat
dianggap sebagai elemen dalam struktur kognitif mahluk hidup. Skemata yang ada
dalam mahluk hidup akan menentukan bagaimana mahluk hidup ini akan merespon
terhadap lingkungan fisik. Skemata dapat muncul dalam bentuk perilaku yang
jelas, seperti dalam kasus reflek memegang, atau dapat muncul secara tersamar
(Hergenhann dan Olson, 2009: 314).
3.
Asimilasi dan Akomodasi
Jumlah
schemata yang tersedia untuk mahluk hidup pada waktu tertentu merupakan cognitive
structure (struktur kognitif) mahuk hidup tersebut. Bagaimana mahluk hidup
berinteraksi dengan lingkungannya akan bergantung pada jenis struktur kognitif
yang ada. Dalam kenyataannya, seberapa besar lingkungan dapat dipahami, atau
direspon, akan bergantung pada berbagai schemata yang tersedia bagi mahluk
hidup tersebut.
Proses
merespon lingkungan sesuai dengan struktur kognitif seseorang dinamakan assimilation (asimilasi), yaitu jenis
pencocokan atau penyesuaian antara struktur kognitif dengan lingkungan fisik.
Struktur kognitif yang eksis pada momen tertentu akan dapat diasimilasikan oleh
mahluk hidup tersebut. Sebagai contoh, jika skema memegang tersedia bagi si
anak, maka segala sesuatu yang dialami anak akan diasimilasikan ke skemata.
Jika
asimilasi adalah satu-satunya proses kognitif, maka tidak akan terjadi
perkembangan kognitif karena mahluk hidup hanya akan mengasimilasikan
pengalamannya kedalam struktur kognitif. Maka dari itu, terdapat proses kedua
yang menghasilkan mekanisme untuk perkembangan kognitif dimana memiliki peran
dalam proses memodifikasi struktur kognitif, proses ini dinamakan accommodation (akomodasi).
Setiap
pengalaman yang dialami seseorang akan melibatkan proses asimilasi dan
akomodasi. Peristiwa-peristiwa yang berkorespondensi dengan schemata mahluk
hidup membutuhkan akomodasi. Dengan kata lain, semua pengalaman melibatkan dua
proses yang sama-sama penting, antara lain asimilasi (proses mengenal sesuatu),
dan akomodasi (proses modifikasi struktur kognitif). Contoh nyata dimana kita merespon dunia
berdasarkan pengalaman kita sebelumnya (asimilasi), tetapi setiap pengalaman
memuat aspek-aspek yang berbeda dengan pengalaman yang kita alami sebelumnya.
Aspek unik dari pengalaman ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur
kognitif kita (akomodasi). Asimilasi dan akomodasi disebut juga sebagai functional invariants, karena mereka
terjadi di semua level perkembangan kognitif (Hergenhann dan Olson, 2009:
314-315).
4.
Ekuilibrasi
Peaget
berasumsi bahwa semua mahluk hidup mempunyai tendensi bawaan untuk menciptakan
hubungan harmonis antara dirinya dengan lingkungannya. Dengan kata lain, semua
aspek dari mahluk hidup diarahkan menuju adaptasi yang optimal. Ekuilibrasi
(penyeimbang) adalah tendensi bawaan untuk mengorganisasikan pengalaman agar
mendapatkan adaptasi yang maksimal. Ekuilibrasi secara sederhana dapat
definisikan sebagai dorongan terus-menerus kearah keseimbangan atau
ekuilibrium.
Ekuilibrasi
bersama-sama dengan asimilasi dan akomodasi menghasikan pertumbuhan
inteligensi, dimana asimilasi memungkinkan mahluk hidup untuk merespon situasi
sekarang dengan pengalaman sebelumnya. Pada peristiwa asimilasi, terdapat
peristiwa akomodasi yang dikarenakan adanya peristiwa yang berubah yang
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan kognitif. Muncul ekuilibrasi sebagai
penyeimbang dimana hal tersebut merupakan suatu kebutuhan mahluk hidup yaitu
untuk memenuhi kebutuhan bawaan untuk mencapai keseimbangan (Hergenhann dan
Olson, 2009: 316).
5.
Interiorisasi
Interaksi
awal dengan lingkungan adalah interaksi sensorimotor yaitu individu merespon
rangsangan dari lingkungan secara langsung dengan reaksi motor (gerak) refleks.
Rangsangan disimpan kedalam bentuk pengalaman yang menjadikan struktur kognitif
berubah. Semakin banyak pengalaman yang diperoleh, semakin berkembang pula
struktur kognitif suatu individu. Semakin berkembang struktur kognitif, maka
akan semakin mudah untuk individu beradaptasi. Berkembangnya struktur kognitif
ini menyebabkan individu tidak terlalu bergantung pada situasi sekarang.
Penurunan ketergantungan individu pada lingkungan fisik dan meningkatnya
penggunaan struktur kognitif ini dinaman interiorization
(interiorisasi).
Ketika pengalaman yang diinteriorisasikan semakin banyak,
maka individu tersebut akan semakin adaptif terhadap lingkungan. Respon adaptif
ini bersifat tampak, ketika proses interiorisasi ini masih berlanjut, proses
adaptif menjadi semakin tak tampak, peristiwa ini dikenal dengan istilah operation . Berlajut dengan pemikiran
dari individu yang semakin matang. Hal ini disebabkan oleh perkembangan
struktur kognitif yang semakin kompleks. Keadaan ini dinamakan concrete operation dimana operasi ini
diaplikasikan dilingkungan yang bersifat kongkret. Selanjutnya dikembangkan
menjadi operasi yang bersifat tidak bergantung pada lingkungan yang dinamakan formal operation. Patut diketahui bahwa
penggunaan operasi formal merupakan
bentuk tertinggi dari perkemnbangan kognitif (inteligensi) (Hergenhann dan
Olson, 2009: 317-318).
C Tahapan Perkembangan Kognitif Teori Peaget.
Berdasarkan Teori Piaget, tahap perkembangan kognitif
atau inteluektual anak secara kronologis terjadi 4 tahap. Urutan tahap-tahap
ini tetap bagi setiap orang, akan tetapi usia kronologis memasuki setiap tahap
bervariasi pada setiap anak. Keempat tahap dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Tahap sensorimotor (umur 0 – 2 tahun)
Pada
tahapan ini memiliki ciri-ciri pokok dimana perkembangan anak mengalami
dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek. Tahap
paling awal perkembangan kognitif terjadi pada waktu bayi lahir sampai sekitar
berumur 2 tahun. Tahap ini disebut tahap sensorimotor oleh Piaget. Pada tahap
sensorimotor, intelegensi anak lebih didasarkan pada tindakan indrawi anak
terhadap lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamak, mendengar, membau
dan lain-lain (Dahar, 2011: 137 ).
Pada tahap sensorimotor, gagasan anak mengenai suatu
benda berkembang dari periode “belum mempunyai gagasan” menjadi “ sudah
mempunyai gagasan”. Gagasan mengenai benda sangat berkaitan dengan konsep anak
tentang ruang dan waktu yang juga belum terakomodasi dengan baik. Struktur
ruang dan waktu belum jelas dan masih terpotong-potong, belum dapat
disistematisir dan diurutkan dengan logis (Hergenhann dan Olson, 2009: 318).
Menurut Piaget, mekanisme perkembangan sensorimotor ini
menggunakan proses asimilasi dan akomodasi. Tahap-tahap perkembangan kognitif
anak dikembangkan dengan perlahan-lahan melalui proses asimilasi dan akomodasi
terhadap skema-skema anak karena adanya masukan, rangsangan, atau kontak dengan
pengalaman dan situasi yang baru.
Piaget membagi tahap sensorimotor dalam enam periode,
yaitu:
a. Periode 1 : Refleks (umur 0 – 1 bulan)
Periode paling awal tahap sensorimotor adalah periode
refleks. Ini berkembang sejak bayi lahir sampai sekitar berumur 1 bulan. Pada
periode ini, tingkah laku bayi kebanyak bersifat refleks, spontan, tidak
disengaja, dan tidak terbedakan. Tindakan seorang bayi didasarkan pada adanya
rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks.
b. Periode 2 : Kebiasaan (umur 1 – 4 bulan)
Pada periode perkembangan ini, bayi mulai membentuk
kebiasankebiasaan pertama. Kebiasaan dibuat dengan mencoba-coba dan
mengulang-ngulang suatu tindakan. Refleks-refleks yang dibuat diasimilasikan
dengan skema yang telah dimiliki dan menjadi semacam kebiasaan, terlebih dari
refleks tersebut menghasilkan sesuatu. Pada periode ini, seorang bayi mulai
membedakan benda-benda di dekatnya. Ia mulai mengaakan diferensiasi akan
macam-macam benda yang dipegangnya. Pada periode ini pula, koordinasi tindakan
bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan telinga. Bayi mulai mengikuti
benda yang bergerak dengan matanya. Ia juga mulai menggerakkan kepala kesumber
suara yang ia dengar. Suara dan penglihatan bekerja bersama. Ini merupakan
suatu tahap penting untuk menumbuhkan konsep benda.
c. Periode 3 : Reproduksi kejadian yang
menarik (umur 4 – 8 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan
memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya (Piaget dan Inhelder 1969).
Tingkah laku bayi semakin berorientasi pada objek dan kejadian di luar tubuhnya
sendiri. Ia menunjukkan koordinasi antara penglihatan dan rasa jamah. Pada
periode ini, seorang bayi juga menciptakan kembali kejadiankejadian yang
menarik baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang kembali peristiwa yang
menyenangkan diri (reaksi sirkuler sekunder). Piaget mengamati bahwa bila
seorang anak dihadapkan pada sebuah benda yang dikenal, seringkali hanya
menunjukkan reaksi singkat dan tidak mau memperhatikan agak lama. Oleh Piaget,
ini diartikan sebagai suatu “pengiaan” akan arti benda itu seakan ia
mengetahuinya.
d. Periode 4 : Koordinasi Skemata (umur 8 – 12
bulan)
Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan antara
sarana dan hasil tindakannya. Ia sudah mulai menggunakan sarana untuk mencapai
suatu hasil. Sarana-sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan atau hasil
diperoleh dari koordinasi skema-skema yang telah ia ketahui. Bayi mulai
mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah laku yang sebelumnya telah
diperoleh untuk mencapai tujuan tertentu. Pada periode ini, seorang bayi mulai
membentuk konsep tentang tetapnya (permanensi) suatu benda. Dari kenyataan
bahwa dari seorang bayi dapat mencari benda yang tersembunyi, tampak bahwa ini
mulai mempunyaikonsep tentang ruang.
e. Periode 5 : Eksperimen (umur 12 – 18 bulan)
Unsur pokok pada perode ini adalah mulainya anak
memperkembangkan cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba
(eksperimen) bila dihadapkan pada suatu persoalan yang tidak dipecahkan dengan
skema yang ada, anak akan mulai mecoba-coba dengan Trial and Error untuk
menemukan cara yang baru guna memecahkan persoalan tersebut atau dengan kata
lain ia mencoba mengembangkan skema yang baru. Pada periode ini, anak lebih
mengamati benda-benda disekitarnya dan mengamati bagaimana benda-benda di
sekitarnya bertingkah laku dalam situasi yang baru. Menurut Piaget, tingkah
anak ini menjadi intelegensi sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan
persoalan yang baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju
dan lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi
perpindahan benda-benda secara menyeluruh bila benda-benda itu dapat dilihat
secara serentak.
f. Periode Refresentasi (umur 18 – 24 bulan)
Periode ini adalah periode terakhir pada tahap
intelegensi sensorimotor. Seorang anak sudah mulai dapat menemukan cara-cara
baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetap juga dengan
koordinasi internal dalam gambarannya. Pada periode ini, anak berpindah dari
periode intelegensi sensori motor ke intelegensi refresentatif. Secara mental,
seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan dapat
menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut. Konsep benda pada tahap
ini sudah maju, refresentasi ini membiarkan anak untuk mencari dan menemukan
objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan konsep keruangan, anak mulai sadar akan
gerakan suatu benda sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila benda itu
tidak kelihatan lagi ( Budiningsih, 2005: 37).
Karakteristik anak yang berada pada
tahap ini adalah sebagai berikut:
a) Berfikir melalui perbuatan (gerak);
b) Perkembangan fisik yang dapat diamati
adalah gerak-gerak reflex sampai ia dapat berjalan dan bicara;
c) Belajar mengkoordinasi akal dan
geraknya;
d) Cenderung intuitif egosentris, tidak
rasional dan tidak logis.
2. Tahap Pra operasional (umur 2 -7 tahun)
Tahapapn
ini memiliki cirri-ciri pokok dimana perkembangannya adalah penggunaan symbol
atau bahasa tanda dan konsep intuitif. Istilah “operasi” di
sini adalah suatu proses berfikir logis, dan merupakan aktivitas sensorimotor.
Dalam tahap ini anak sangat egosentris, mereka sulit menerima pendapat orang
lain. Anak percaya bahwa apa yang mereka pikirkan dan alami juga menjadi pikiran
dan pengalaman orang lain. Mereka percaya bahwa benda yang tidak bernyawa
mempunyai sifat bernyawa. Tahap pra operasional ini dapat dibedakan atas dua
bagian. Pertama, tahap pra konseptual (2-4 tahun), dimana representasi suatu
objek dinyatakan dengan bahasa, gambar dan permainan khayalan. Kedua, tahap
intuitif (4-7 tahun). Pada tahap ini representasi suatu objek didasarkan pada
persepsi pengalaman sendiri, tidak kepada penalaran ( Dahar, 2011: 137-138).
Karakteristik
anak pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a) Anak dapat mengaitkan pengalaman yang ada di
lingkungan bermainnya dengan pengalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi
egois. Anak tidak rela bila barang miliknya dipegang oleh orang lain.
b) Anak belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah
yang membutuhkan pemikiran “yang dapat dibalik (reversible).” Pikiran mereka
masih bersifat irreversible.
c) Anak belum mampu melihat dua aspek dari satu objek
atau situasi sekaligus, dan belum mampu bernalar (reasoning) secara individu
dan deduktif.
d) Anak bernalar secara transduktif (dari
khusus ke khusus). Anak juga belum mampu membedakan antara fakta dan fantasi.
Kadang-kadang anak seperti berbohong. Ini terjadi karena anak belum mampu
memisahkan kejadian sebenarnya dengan imajinasi mereka.
e) Anak belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas,
berat dan isi).
f) Menjelang akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan
mengenai apa yang mereka percayai. Anak dapat mengklasifikasikan objek ke dalam
kelompok yang hanya mempunyai satu sifat tertentu dan telah mulai mengerti
konsep yang konkrit.
3.
Tahap operasi kongkret (umur 7 – 12 tahun)
Pada tahapan ini
memiliki ciri pokok perkembangannya dimana anak mulai berpikir secara logis
tentang kejadian-kejadian konkret. Tahap operasi konkret (concrete
operations) dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan
pada aturan-aturan tertentu yang logis. Anak sudah memperkembangkan
operasi-oprasi logis. Operasi itu bersifat reversible, artinya dapat dimengerti
dalam dua arah, yaitu suatu pemikiran yang dapat dikemblikan kepada awalnya
lagi. Tahap opersi konkret dapat ditandai dengan adanya sistem operasi
berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret (Dahar, 2011: 138-139).
Karakteristik operasi konkret yang lain, antara lain:
a. Adaptasi dengan gambaran
yang menyeluruh.
Pada
tahap ini, seorang anak mulai dapat menggambarkan secara menyeluruh ingatan,
pengalaman dan objek yang dialami. Menurut Piaget, adaptasi dengan lingkungan
disatukan dengan gambaran akan lingkunganitu.
b. Melihat dari berbagai macam segi.
Anak mpada tahap ini mulai mulai dapat melihat suatu objek atau persoalan
secara sediki menyeluruh dengan melihat apek-aspeknya. Ia tidak hanya
memusatkan pada titik tertentu, tetapi dapat bersam-sama mengamati titik-titik
yang lain dalam satu waktu yang bersamaan.
c. Seriasi
Proses seriasi adalah proses mengatur unsur-unsur menurut semakin besar
atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut. Menurut Piaget , bila seorang anak
telah dapat membuat suatu seriasi maka ia tidak akan mengalami banyak
kesulitaan untuk membuat seriasi selanjutnuya.
d. Klasifikasi
Menurut Piaget, bila anak yang berumur 3 tahun dan 12 tahun diberi
bermacam-maam objek dan disuruh membuat klasifikasi yang serupa menjadi satu,
ada beberapa kemungkinan yang terjadi.
e. Bilangan
Dalam percobaan Piaget, ternyata anak pada tahap praoperasi konkret belum
dapat mengerti soal korespondensi satu-satu dan kekekalan, namun pada tahap
tahap operasi konkret, anak sudah dapat mengerti soal karespondensi dan
kekekalan dengan baik. Dengan perkembangan ini berarti konsep tentang bilangan
bagi anak telah berkembang.
f. Ruang, waktu, dan kecepatan
Pada umur 7 atau 8 tahun seorang anak sudah mengerti tentang urutan ruang
dengan melihat intervaj jarak suatu benda. Pada umur 8 tahun anak sudan sudah
sapat mengerti relasi urutan waktu dan jug akoordinasi dengamn waktu, dan pada
umur 10 atau 11 tahun, anak sadar akan konsep waktu dan kecepatan.
g. Probabilitas
Pada
tahap ini, pengertian probabilitas sebagai suatu perbandingan antara hal yang
terjadi dengan kasus-kasus yang mulai terbentuk.
h. Penalaran
Dalam pembicaraan sehari-hari, anak pada tahap ini jarang berbicara
dengan suatu alasan,tetapi lebih mengatakan apa yang terjadi. Pada tahap ini,
menurut Piaget masih ada kesulitan dalam melihat persoalan secara menyeluruh.
i. Egosentrisme dan Sosialisme.
Pada
tahap ini, anak sudah tidak begitu egosentris dalam pemikirannya. Ia sadar
bahwa orang lain dapat mempunyai pikiran lain ( Budiningsih, 2005: 39 ).
4. Tahap operasi formal (umur 12 ke atas)
Tahapan ini
memiiki ciri pokok perkembangannya berupa
hipotesis, abstrak, dan logis. Tahap operasi formal (formal
operations) merupakan tahap terakhir dalam perkembangan kognitif menurut
Piaget. Pada tahap ini, seorang remaja sudah dapat berpikir logis, berpikir
dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis,
dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari apa yang dapat diamati saat itu. Cara
berpikir yang abstrak mulai dimengerti. Sifat pokok tahap operasi formal adalah
pemikiran deduktif hipotesis, induktif sintifik, dan abstrak reflektif (Dahar,
2011: 139-140).
a. Pemikiran Deduktif Hipotesis
Pemikiran deduktif adalah pemikiran
yang menarik kesimpulan yang spesifik dari sesuatu yang umum. Kesimpulan benar
hanya jika premispremis yang dipakai dalam pengambilan keputusan benar. Alasan
deduktif hipotesis adalah alasan/argumentasi yang berkaitan dengan kesimpulan
yang ditarik dari premis-premis yang masih hipotetis. Jadi, seseorang yang
mengambil kesimpulan dari suatu proposisi yang diasumsikan, tidak perlu
berdasarkan dengan kenyataan yang real. Dalam pemikiran remaja, Piaget dapat
mendeteksi adaanya pemikiran yang logis, meskipun para remaja sendiri pada
kenyataannya tidak tahu atau belum menyadari bahwa cara berpikir mereka itu
logis. Dengan kata lain, model logis itu lebih merupakan hasil kesimpulan
Piaget dalam menafsirkan ungkapan remaja, terlepas dari apakah para remaja
sendiri tahu atau tidak.
b. Pemikiran
Induktif Sintifik
Pemikiran induktif adalah pengambilan
kesimpulan yang lebih umum berdasarkan kejadian-kejadian yang khusus. Pemikiran
ini disebut juga dengan metode ilmiah. Pada tahap pemikiran ini, anak sudah
mulai dapat membuat hipotesis, menentukan eksperimen, menentukan variabel
control, mencatat hasi, dan menarik kesimpulan. Disamping itu mereka sudah
dapat memikirkan sejumlah variabel yang berbeda pada waktu yang sama.
c. Pemikiran Abstraksi Reflektif
Menurut Piaget, pemikiran analogi
dapat juga diklasifikasikan sebagai abstraksi reflektif karena pemikiran itu
tidak dapat disimpulkan dari pengalaman.
Skema Empat Tahap Perkembangan
Kognitif Menurut Teori Peaget
Tahap
|
Umur
|
Ciri
Pokok Perkembangan
|
Sensorimotor
|
0-2
tahun
|
*
Berdasarkan tindakan
*
Langkah demi langkah
|
Praoperasional
|
2-7
tahun
|
* Penggunaan symbol/bahasa tanda
* Konsep intuitif
|
Operasional
Konkret
|
8-11
tahun
|
*
Pakai aturan jelas/logis
*
Reversibel dan kekekalan
|
Operasi
Formal
|
11
tahun ke atas
|
*
Hipotesis
*
Abstrak
*
Deduktif dan induktif
*
Logis dan probabilitas
|
Sumber: Budiningsih,. 2005
D Faktor
Penunjang Perkembangan Kognitif
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
mempengaruhi perkembangan kognitif, antara lain:
1.
Kedewasaan
Perkembangan
sistem saraf sentral, otak, koordinasi motorik, dan manifestasi fisik lainnya
mempengaruhi perkembangan kognitif. Walaupun kedewasaan atau maturasi merupakan
faktor penting dalam perkembangan kognitif.
2.
Pengalaman Fisik
Interaksi
dengan lingkungan fisik digunakan anak untuk mengabstrak berbagai sifat fisik
benda-benda. Bila seorang anak menjatuhkan sebuah benda dan menemukan bahwa
benda itu pecah atau bila ia menempatkan benda itu dalam air, kemudian ia
melihat bahwa benda itu terapung, ia sudah terlihat dalam proses abstraksi
sederhana. Pengalaman ini disebut dengan pengalaman fisik. Pengalaman fisik
meningkatkan perkembangan anak sebab observasi benda-benda serta sifat-sifat
benda-benda itu menolong timbulnya pikiran yang lebih kompleks.
3.
Pengalaman Logika-Matematika
Bila
seorang anak mengamati benda, selain pengalaman fisik ada pula pengalaman lain
yang diperoleh anak tersebut, yaitu waktu ia membangun atau mengkonstruks
hubungan-hubungan antara objek-objek. Sebagai contoh misalnya, anak yang sedang
menghitung beberapa kelereng yang dimilikinya dan ia menemukan “sepuluh”
kelereng. Konsep “sepuluh “ kelereng bukanya sifat kelereng-kelereng itu,
melainkan suatu konstruksi lain yang serupa, yang disebut pengalaman
logika-matematika. Proses konstruksi disebut abstraksi reflektif, artinya
melibatkan pembetukan hubungan hubungan antara benda-benda.
4.
Transmisi Sosial
Pengetahuan
yang diperoleh anak dari pengalaman fisik diabstraksi dari benda-benda fisik.
Dalam hal pengalaman logika-matematika, pengetahuan dikonstruksikan dari
tindakan-tindakan anak terhadap benda-benda tersebut. Dalam transmisi social,
pengetahuan tersebut datang dari orang lain. Pengaruh bahasa, instruksi formal,
dan membaca, begitu pula interaksi dengan teman-teman dan orang-orang dewasa
termasuk factor transmisi social dan memegang peranan dalam perkembangan kognitif
anak.
5.
Pengaturan Sendiri
Pengaturan
sendiri atau ekuilibrasi adalah kemampuan untuk mencapai kembali keseimbangan
(equilibrium) selama periode ketidakseimbangan (disequilibrium). Ekuilibrasi
merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat-tingkat berfungsi kognitif yang
lebih inggi melalui asimilasi dan akomodasi, tingkat demi tingkat ( Dahar,
2011: 141-142)
Penutup
Teori Piaget
merupakan teori yang menguraikan perkembangan kognitif dari bayi sampai
dewasa. Dalam pandangan Piaget, struktur kognitif merupakan kelompok
ingatan yang tersusun dan saling berhubungan, aksi dan strategi yang dipakai
oleh anak-anak untuk memahami dunia sekitarnya. Contoh: bayi secara
otomatis mengisap benda - benda yang menyentuh bibirnya.
Beberapa konsep teoritis dari Teori Peaget,
antara lain:
1. Inteligensi
2. Skemata
3. Asimilasi
dan Akomodasi
4. Ekuilibrasi
5. Interiorisasi
Berdasarkan
Teori Piaget, tahap perkembangan kognitif atau inteluektual anak secara
kronologis terjadi 4 tahap, antara lain:
1. Tahap sensorimotor (umur 0 – 2 tahun)
2. Tahap Pra operasional (umur 2 -7 tahun)
3. Tahap operasi
kongkret (umur 7 – 12 tahun)
4. Tahap operasi formal (umur 12 ke atas)
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektua, antara
lain:
1. Kedewasaan
2. Pengalaman
fisik
3. Pengalaman
logika-matematika
4. Transmisi
sosial
5.
Pengaturan sendiri (ekuilibrasi).
Sebagai
calon pengajar, perlulah untuk dapat memahami apa yang dimaksudkan oleh Teori
Peaget ini. Oleh karena teori ini merupakan salah satu dari teori pengetahuan,
tentunya dengan dipahami teori tersebut, maka akan berguna di waktu yang akan
datang.
DARTAR PUSTAKA
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar
Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Dahar, Ratna wilis.
2011. Teori-Teori Belajar Dan
Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
Hergenhahn, B.R. Matthew H. Olson.
2009. Theories Of Learning Edisi Ketujuh.
Jakarta: Kencana.
0 komentar:
Posting Komentar